Wednesday, January 26, 2011

Mengobati Endometriosis Tanpa Obat

Adanya efek samping tertentu merupakan salah satu alasan orang malas mengonsumsi obat, termasuk untuk mengatasi endometriosis (pertumbuhan rahim tidak sempurna). Kini endometriosis bisa diatasi tanpa obat, hanya dengan meningkatkan kemampuan sistem kekebalan tubuh.

Endometriosis adalah jaringan rahim yang tumbuh diluar rahim tapi berada di endometrium (dinding rahim). Kondisi ini menyebabkan nyeri haid dan kesulitan untuk hamil, sedangkan pada keparahan tertentu bisa menyebar ke jaringan otak dan paru-paru.

Selain genetik, faktor lain yang meningkatkan risiko endometriosis adalah sistem imun atau kekebalan tubuh. Penelitian yang dilakukan Dr H Muharam, SpOG(K) dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menunjukkan, wanita yang mengalami endometriosis punya sistem imun yang kurang tangguh.

Komponen sistem imun yang berhubungan dengan endometriosis adalah sel Natural Killer (NK) yang merupakan pembunuh alami bagi sel-sel asing di dalam tubuh. Kemampuan sel ini menurun pada penderita endometriosis sehingga tidak bisa mengendalikan pertumbuhan endometrium yang tidak normal.

"NK ini seharusnya membunuh endometrium yang tumbuh di luar rahim, tapi karena lemah maka dibiarkan saja. Biar kuat, NK harus 'disekolahkan' agar menjadi Lymphokine Activated Killer atau LAK," ungkap Dr Muharam usai menjalani sidang promosi doktoral atas penelitiannya ini di Ruang Senat FKUI, Salemba, Jakarta, Kamis (20/1/2011).

Metode baru yang dikembangkan oleh Dr Muharam untuk mengatasi endometriosis adalah memperkuat NK menjadi LAK. Caranya dengan mengeluarkannya dari peredaran darah, kemudian 'menyekolahkannya' atau mereaksikannya dengan komponen sistem imun lainnya yakni interleukine-2(IL-2).

Setelah menjadi LAK, komponen sistem imun tersebut dimasukkan kembali ke dalam tubuh pasien. LAK inilah yang kemudian akan melawan endometriosis secara alami, tanpa menggunakan obat atau operasi-operasi radikal yang sering berakhir dengan pengangkatan rahim.

Dalam jangka pendek, hasil penelitian ini memang belum bisa diterapkan karena baru diteliti secara in-vitro di laboratorium. Namun Dr Muharam yakin ke depannya metode yang ia kembangkan bisa bermanfaat bagi penderita endometriosis yang populasinya mencapai 10-15 persen wanita usia subur.

Selain didukung oleh FKUI, dalam penelitian ini Dr Muharam juga mendapat dukungan dari sebuah lembaga riset di Paris, INSERM. Lembaga ini juga menawarkan penelitian post-doctoral bagi Dr Muharam, yang salah satu tujuannya untuk menciptakan sebuah vaksin endometriosis.

Endometriosis Bikin Wanita Susah Hamil

Nyeri haid yang tidak wajar adalah keluhan paling umum pada endometriosis atau pertumbuhan endometrium di luar rahim. Bagi yang tidak pernah atau jarang mengalami nyeri haid, gejala lain yang bisa dikenali adalah susah punya anak.

Pertumbuhan endometrium (dinding rahim) yang tidak normal ini mempengaruhi kesuburan wanita dengan berbagai cara. Di antaranya dengan merusak struktur organ dalam reproduksi dan mempengaruhi sistem imun atau kekebalan tubuh untuk menyerang sperma yang masik.

Kerusakan struktur organ reproduksi terjadi jika endometriosis tumbuh di sekitar indung telur (ovarium). Jaringan endometriosis di tempat itu bisa mengeluarkan bercak-bercak lengket dan menyumbat saluran yang menghubungkannya dengan rahim (tuba fallopi), sehingga sperma yang masuk tidak mencapai indung telur.

Selain itu, endometrium yang tumbuh di tempat yang tidak seharusnya akan dikenali oleh sistem imun atau kekebalan tubuh sebagai benda asing yang berbahaya. Benda asing ini akan mengaktifkan mekanisme perlawanan yang kadang-kadang terlalu aktif sehingga justru menyerang sel-sel asing yang sebenarnya tidak membahayakan.

"Saking banyaknya benda asing, sistem imun bisa lupa yang mana lawan sesungguhnya. Termasuk sel sperma yang masuk juga dianggap musuh, lalu dipukuli. Makanya penderita endometriosis susah punya anak," jelas Dr Muharam.

Dr Muharam mengatakan, endometriosis memang tidak mematikan namun sangat mengganggu karena dapat mengganggu kesuburan dan memicu rasa sakit. Bahkan jika menyebar ke paru-paru dan otak, penderita bisa megnalami kejang dan pengempisan paru-paru setiap kali mengalami datang bulan.

Kondisi yang dialami oleh sekitar 10-15 persen wanita di usia subur ini umumnya diatasi dengan pemberian obat-obat hormonal, pembedahan atau bahkan pengangkatan jika sudah terlalu parah. Meski bisa disembuhkan, peluang kekambuhannya cukup tinggi yakni mencapai 33,3-40,3 persen.

Agar tidak terlanjur parah, Dr Muharam menyarankan untuk segera memeriksakan diri bila menjumpai gejala-gejala endometriosis. Misalnya jika nyeri haid tidak sembuh-sembuh meski sudah minum obat, sebaiknya diperiksakan untuk mengantisipasi adanya infeksi maupun endometriosis


No comments:

Post a Comment